Puisi Hari Pahlawan 10 November
karya : Tubagus R Ramadhan
karya : Tubagus R Ramadhan
Tersadarkah kau..
Di balik asap kelam polusi
Gemuruh roda empat beraksi
Gelak tawa orang renta basi
Masih ada….
Sosok pucat pasi itu
Di balik asap kelam polusi
Gemuruh roda empat beraksi
Gelak tawa orang renta basi
Masih ada….
Sosok pucat pasi itu
Tersadarkah kau…
Di bawah beling pencakar cakrawala
Tersembunyi dari muka media massa
Tertinggal atau ditinggal derap penguasa
Masih ada….
Sosok tanpa hanya bisu
Di bawah beling pencakar cakrawala
Tersembunyi dari muka media massa
Tertinggal atau ditinggal derap penguasa
Masih ada….
Sosok tanpa hanya bisu
Tersadarkah kau…
Saat jarak dan waktu bukan tembok besi
Kala kapitalisasi meregang nadi
Walau formalitas menjeruji hati
Masih ada….
Sosok peduli nasib negeri
Saat jarak dan waktu bukan tembok besi
Kala kapitalisasi meregang nadi
Walau formalitas menjeruji hati
Masih ada….
Sosok peduli nasib negeri
Tersadarkah kau…
Saat kamu tembus riuhnya kota
Penuh dengan kesenangan berkala
Berat sebelah ketika kamu kira
Masih ada…
Sosok pejuang yang bukan artifasial dan bohongan
Saat kamu tembus riuhnya kota
Penuh dengan kesenangan berkala
Berat sebelah ketika kamu kira
Masih ada…
Sosok pejuang yang bukan artifasial dan bohongan
Sosok itu…..
Sosok yang tak gentar, meski kebijaksanaan tak dibayar
Sosok yang bergeming, meski reaksi menggunjing
Sosok pemikul dua pilihan
Bakti hari ini atau mati esok hari
Sosok penganut dua pilihan
Peduli Negeri atau peduli pertiwi
Sosok yang tak gentar, meski kebijaksanaan tak dibayar
Sosok yang bergeming, meski reaksi menggunjing
Sosok pemikul dua pilihan
Bakti hari ini atau mati esok hari
Sosok penganut dua pilihan
Peduli Negeri atau peduli pertiwi
Belum sadarkah kau
Karena mata kepalamu
Karena kadab mata hatimu
Tertutup pekatnya debu gengsi
Terbelenggu kepedulian yang terdegradasi
Karena mata kepalamu
Karena kadab mata hatimu
Tertutup pekatnya debu gengsi
Terbelenggu kepedulian yang terdegradasi
Untukmu Pahlawan Indonesiaku
Demi negri...
Engkau korbankan waktumu
Demi bangsa...
Rela kamu taruhkan nyawamu
Maut menghadang di depan
Kau bilang itu hiburan
Tampak raut wajahmu
Tak segelintir rasa takut
Semangat membara di jiwamu
Taklukkan mereka penghalang negri
Hari-hari mu di warnai
Pembunuhan dan pembantaian
Dan dihiasi Bunga-bunga api
Mengalir sungai darah di sekitarmu
Bahkan tak jarang mata air darah itu
Yang muncul dari tubuhmu
Namun tak dapat...
Runtuhkan tudang keringng semangat juangmu
Bambu runcing yang setia menemanimu
Kaki telanjang yang tak beralas
Pakaian dengan seribu wangian
Basah di tubuh keringpun di badan
Yang kini menghantarkan indonesia
Kedalam istana kemerdekaan
Ku Cinta Pahlawan Indonesia
Bagaimana kalian mengendap dalam gelap malam
di lereng strategis sebuah bukit kecil
menghadang konvoi nica
bagaimana jantung kalian deras berdebar
kadab iring-iringan kendaraan itu semakin mendekat
lalu bagaimana tubuhmu ditembus peluru
dan kamu rebah ke tanah berlumur darah
terbaring beku
di rumput ilalang
dalam lengang yang panjang
kami tak tahu
kadab itu kami belum tumbuh dirahim ibu
bagaimana kalian dalam seragam kumal
baju compang-camping
menyandang karaben Jepang
di front-front terdepan
bagaimana kalian terpelanting
dari tudang keringng-tudang keringng pertempuran
bagaimana kalian menyerbu tank
dengan bambu runcing
bagaimana kalian bertahan habis-hadapat n
kadab dikepung musuh dari segala penjuru
bagaimana kalian terbaring
di dinding-dinding kamar investigasi nefis
bagaimana kalian mengunci rapat belakang layar pasukan
dalam ekspresi yang teguh membisu
walau dilistrik jari-jarimu
dan dicabuti kuku-kukumu
bagaimana kesetiakawanan yang menulang-sumsum
bagaimana kaum ibu sibuk bertugas di dapur umum
bagaimana kalian sudah merasa bangga
kalau ke markas sanggup naik sepeda
bagaimana tiruana itu sungguh-sungguh terjadi
dan bukan dongeng
dan bukan mimpi
kami tak alami
kami belum tiba di bumi ini
bagaimana peristiwa-peristiwa itu berlangsung
pastilah satu memori yang agung
tapi yaitu memori kalian
dan bukan nostalgia kami
kemerdekaan
telah kalian rebut
kemerdekaan
telah kalian wariskan
kepada negeri ini
kepada kami anak-anakmu
kemerdekaan
menjadikan kami
jadi generasi
yang tak kenal lagi
rasa rendah hati
seperti yang kalian rasakan
di zaman penjajahan
kemerdekaan
ke sekolah naik sepeda
bukan lagi segumpal rasa bangga
seperti kalian dulu
di tahun tiga puluh
kami anak-anakmu
telah kalian belikan
sepeda motor baru
untuk sekolah, ngebut dan pacaran
tetapi
kemerdekaan
yang juga bahkan
menyadarkan kami
tentang peranan yang harus kami mainkan sendiri
dengan tangan sendiri dengan keringat sendiri
sengan bahasa kami sendiri
dalam lagu cinta
tak bersisa
pada tumpah darah
Indonesia
Kemerdekaan
kami tahu
tak hanya dalam deru
sepeda motor
tak cuma meluku tanah dengan traktor
kemerdekaan
bukan hanya langkah-langkah kami
ke gedung-gedung sekolah
kemerdekaan
bukan hanya langkah-langkah petani
ke petak-petak sawah
kemerdekaan
alah pula pintu terbuka
bagi langkah-langkah pemilih
ke kotak-kotak suara
kemerdekaan
adalah kadab hati nurani
bebas melangkah
dengan gagah
bebas berkata
tanpa
terbata-bata
Senyum suci tlah kauraih
terima kasih satria suci
semangat juang tinggi tlah kauraih
Indonesiaku gemilang kini
Di Balik Seruan Pahlawan
Kabut...
Dalam kenangan pergolakan pertiwi
Mendung...
Bertandakah hujan deras
Membanjiri rasa yang haus kemerdekaan
Dia yang tiruana yang ada menunggu keputusan Sakral
Serbu...
Merdeka atau mati Allahu Akbar
Titahmu terdengar kian merasuk dalam jiwa
Dalam serbuan bambu runcing menyatu
Engkau teruskan Menyebut Ayat-ayat suci
Engkau teriakkan semangat juang demi negri
Engkau relakan terkasih menahan tepaan belati
Untuk ibu pertiwi
Kini kamu lihat...
Merah hitam tanah kelahiranmu
Pertumpahan darah para penjajah keji
Gemelutmu tak kunjung sia
Lindunganya selalu di hatimu
Untuk kemerdekaan Indonesia Abadi
(Puisi Karya Zshara Aurora)
Pemuda Untuk perubahan
Indonesiaku menangis
Bahkan Tercabik-cabik
Dengan hebatnya pengusaanya sang korupsi
Tak peduli rakyat menangis
Kesejahteraan jadi Angan-angan
Keadilan hanyalah Khayalan
Kemerdekaan telah terjajah
Yang tinggal hanya kebodohan
Indonesiaku, Indonesia kita bersama
Jangan hanya tinggal diam kawan
Mari kita bersatu ambil peranan
Sebagai cowok untuk perubahan
(Puisi Karya Ananda Rezky Wibowo)
PAHLAWAN TAK DIKENAL
Oleh: Toto Sudarto Bachtiar
Sepuluh tahun yang kemudian ia terbaringOleh: Toto Sudarto Bachtiar
Tetapi bukan tidur, sayang
Sebuah lubang peluru lingkaran di dadanya
Senyum bekunya mau berkata, kita sedang perang
Dia tidak ingat bilamana ia datang
Kedua lengannya memeluk senapang
Dia tidak tahu untuk siapa ia datang
Kemudian ia terbaring, tapi bukan tidur sayang
wajah sunyi setengah tengadah
Menangkap sepi padang senja
Dunia tambah beku di tengah derap dan bunyi merdu
Dia masih sangat muda
Hari itu 10 November, hujan pun mulai turun
Orang-orang ingin kembali memandangnya
Sambil merangkai karangan bunga
Tapi yang nampak, wajah-wajahnya sendiri yang tak dikenalnya
Sepuluh tahun yang kemudian ia terbaring
Tetapi bukan tidur, sayang
Sebuah peluru lingkaran di dadanya
Senyum bekunya mau berkata : saya sangat muda
SEBUAH JAKET BERLUMUR DARAH
Oleh: Taufiq Ismail
Sebuah jaket berlumur darahOleh: Taufiq Ismail
Kami tiruana telah menatapmu
Telah membuatkan sedih yang agung
Dalam kepedihan berahun-tahun
Sebuah sungai membatasi kita
Di bawah terik matahari Jakarta
Antara kebebasan dan penindasan
Berlapis senjata dan sangkur baja
Akan mengundurkan diri kah kita sekarang
Seraya mengucapkan ‘Selamat tinggal perjuangan’
Berikrar setia kepada tirani
Dan mengenakan baju kebesaran sang pelayan?
Spanduk kumal itu, ya spanduk itu
Kami tiruana telah menatapmu
Dan di atas bangunan-bangunan
Menunduk bendera setengah tiang
Pesan itu telah hingga kemana-mana
Melalui kendaraan yang melintas
Abang-abang beca, kuli-kuli pelabuhan
teriakan-teriakan di atas bis kota, pawai-pawai perkasa
Prosesi mayat ke pemakaman
Mereka berkata
Semuanya berkata
LANJUTKAN PERJUANGAN
Pahlawan
Pengarang: Ananda Tri Oktavilia
Pahlawan...
Kau sangat mengagumkan...
Kau telah mengharumkan nama Indoneaia...
Kau sangat mengagumkan...
Kau telah mengharumkan nama Indoneaia...
Kau telah merelakan jiwa dan ragamu...
Kau telah melwan para penjajah...
Hanya dengan bambu runcing saja...
Kau telah melwan para penjajah...
Hanya dengan bambu runcing saja...
Tetapi kamu telah menang...
Kau telah berjuang keras...
Untuk melawan para penjajah...
Kau telah berjuang keras...
Untuk melawan para penjajah...
Terima kasih pahlawan...
Kau telah menjadi satria bangsa...
Rakyat tidak akan melupakan pahlawan...
Kau telah menjadi satria bangsa...
Rakyat tidak akan melupakan pahlawan...
Nah, itulah tadi informasi mengenai Puisi Hari Pahlawan. Selamat hari Pahlawan, MERDEKA !!
Advertisement